Sejarah Munculnya Preman di Medan
Medan adalah sebuah kota di Indonesia yang paling kental budaya premanisme-nya. Dan atas “kekhasan” yang dimiliki Medan atau Sumatera Utara ini, seorang ahli ilmu politik Dr. Verdi R. Hafidz (pernah mengajar di National University of Singapore), pernah melakukan penelitian tentang hal tersebut. Dan di dalam penelitiannya dia menggambarkan bagaimana kuatnya simbiose mutualistis yang terjadi antara preman, politisi, birokrat, polisi dan militer. *
Dari sejumlah refrensi disebutkan, sejarah perjalanan “preman” di Medan bermula pada tahun 1960-an. Kala itu yang dominan di Medan adalah kelompok etnik. Seperti preman Karo, Batak, Aceh, Minang, dan Jawa. Agar tak gontok-gontokan lagi, Pendi Keling pada tahun 1963 mencoba mempersatukannya dalam Persatuan Pemuda Kota Medan (P2KM).
Tapi, organisasi ini tak berusia panjang. Bermunculan kelompok baru yang namanya selalu memakai boys. Misalnya, Atla Boys pimpinan Richard Simanjuntak, Singa Boys (Jalan Singamangaraja).
Ada juga geng anak orang kaya yang kerjanya pesta dan hura-hura.
“Waktu itu geng anak kaya ini bergaya ala James Dean dan Rock Hudson. Gaya twin-nya seperti Cubby Checker,” kata seorang pentolan tahun 1960-an. [Majalah D&R, Edisi 970913-004/Hal. 105]
Lalu, siapa saja sosok preman Medan yang melegenda? Hingga kini, ada dua nama yang melegenda di Kota Medan, yaitu HMY Effendi Nasution dan Sahara Oloan Panggabean.
Ada banyak alasan sehingga HMY Effendi Nasution yang dikenal dengan Pendi Keling dan Sahara Oloan Panggabean atau Olo Panggabean sebagai legenda. Kiprah keduanya semasa hidup setidaknya pernah membuat preman Medan tak lagi berkutat di pinggir jalan.
Sumber : Sejarah Munculnya Preman di Medan